Jumat, 16 November 2012

Hipertensi pada Ibu Hamil


Masalah hipertensi tak pandang bulu. Ibu hamil pun tanpa kecuali bisa terserang hipertensi dan efeknya lebih hebat lagi karena bayinya bisa lahir prematur. Bila hal ini terjadi dan tidak cepat ditangani dokter, bisa mengancam jiwa sang ibu dan janin.
Memasuki kehamilan trimester II, tekanan darah ibu hamil yang biasanya normal bisa tiba-tiba melonjak disertai kedua kaki dan tubuhnya bengkak. Mereka menderita preeklamsia/eklamsia, yaitu gangguan kesehatan yang menimpa 3 – 7 di antara 100 ibu hamil. Gangguan ini biasanya terjadi pada para ibu yang baru pertama kali hamil, usia mereka masih sangat muda – baru 15 tahun – atau sudah berumur – di atas 35 tahun -, kegemukan, dan punya riwayat penyakit darah tinggi, diabetes, atau penyakit vaskuler (jantung).
Penyebab preeklamsia/eklamsia – atau yang juga dikenal sebagai hipertensi yang disebabkan kehamilan – sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Namun diduga multifaktor, mulai dari faktor perkembangan pembuluh darah arteriol di plasenta yang tidak baik, kerusakan dinding pembuluh darah, aktivitas beberapa zat yang berperan dalam  melebarkan pembuluh darah, sistem imunologi, sampai proses peroksidasi lipid di membran sel yang diinduksi radikal bebas.
Ketika preeklamsia/eklamsia menyerang, terjadi pembekuan darah yang mengganggu fungsi sel dinding pembuluh darah (endotel) sehingga kadar trombosit naik. Namun, kasus penggumpalan darah jarang terjadi, kecuali saat plasenta lepas yang dapat mengakibatkan bayi lahir prematur.
Di Indonesia, kasus preeklamsia/eklamsia masih merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu dan bayi. Mereka tak menyadari dirinya mengalami preeklamsia ringan yang bila didiamkan dalam waktu singkat prosesnya berlanjut menjadi preeklamsia berat, bahkan eklamsia (kondisi lanjutan dari preeklamsia). Karena itu, pemeriksaan kehamilan yang teratur dan rutin sangat penting dilakukan karena dokter akan memeriksa apakah ada tanda-tanda preeklamsia.
Gejalanya dari ringan sampai berat
Menurut dr. Boyke Dian Nugraha, SpOG, preeklamsia bisa dibedakan dalam tiga tingkatan tergantung berat-ringannya. Pada kasus ringan, tekanan darah cenderung naik tapi masih di bawah 140/100 mm Hg. Gejala adanya protein dalam urine juga mulai muncul. Pada tingkat sedang, mulai timbul pusing, tekanan sudah lebih dari 140/100 mm Hg. Lalu ada pembengkakan, khsususnya pada wajah, kaki, dan jari-jari tangan. Pada tingkat yang berat, pembengkakan semakin jelas, rasa pusing juga makin nyata, khususnya rasa nyeri pada pinggir dahi, dan tekanan darah lebih dari 160/100 mm Hg. Kadangkala dibarengi penglihatan menjadi kabur dan kencing semakin sulit karena terjadi gangguan ginjal. Ada pula yang disertai mual dan muntah-muntah.
Kondisi gawat terjadi bila timbul kejang selama 30 detik, lalu meningkat selama dua menit, sampai akhirnya pingsan selama 10 – 30 menit. Bila penderita sampai pingsan, berarti sudah terjadi gangguan di otak. Pada tahap ini bisa dikatakan penyakit berada pada tahap eklamsia, tahap ibu hamil sudah mengalami keracunan dari janinnya. Bila penderita mengalami koma berkepanjangan, bisa timbul komplikasi berat seperti gagal jantung, gagal ginjal, terganggunya fungsi paru-paru, dan tersendatnya metabolisme tubuh. Anehnya, segera setelah bayi dikeluarkan, dalam beberapa saat tekanan darah ibu langsung turun.
Pada preeklamsia/eklamsia, janin dianggap sebagai racun atau “musuh” bagi si ibu. Lucunya, menurut dr. Boyke, sebagian besar kasus preeklamsia/eklamsia cuma dijumpai pada kehamilan pertama. Tapi dalam kondisi khusus bisa muncul lagi pada kehamilan kedua. Misalnya saja, bila penderita hamil lagi dengan pasangan lain. Atau pernah mengalami hamil anggur, kehamilan kembar, atau punya riwayat eklamsia berat, misalnya sampai kejang-kejang. Kelainan ini bukanlah faktor keturunan tapi semata-mata bakat alami seseorang.
Dirawat di rumah sakit
Penderita preeklamsia taraf sedang hendaknya dirawat di rumah sakit untuk memudahkan pemantauan kondisi ibu dan janin. Pemantauan meliputi fungsi ginjal lewat protein urinenya dan juga fungsi hati. Menu makanan sehari-hari pun perlu diperhatikan. Yang pasti, konsumsi garam harus dikurangi, sedangkan buah-buahan dan sayuran diperbanyak.
Perhatian pada pertumbuhan janin juga tidak kalah penting. Karena pada kondisi ini gangguan pembuluh darah arteriol di plasenta mengakibatkan pasokan oksigen dan nutrisi dari darah tidak lancar hingga berdampak terhambatnya pertumbuhan janin.
Untuk menurunkan tekanan darah, bisa diberikan magnesium sulfat lewat infus. “Kadang pasien diminta minum aspirin atau omega-3 dengan harapan tidak terjadi pembekuan darah,” tambah Boyke.
Pada kasus preeklamsia/eklamsia, bayi diusahakan dikeluarkan pada usia kehamilan setua mungkin. Namun, bila kondisi ibu semakin buruk, dalam arti gejala eklamsia semakin nyata, mau tidak mau dokter harus mengeluarkan bayi berapa pun usianya. “Tujuan utama menyelamatkan jiwa sang ibu, baru bayinya. Apa boleh buat kalau sang bayi tidak bisa diselamatkan,” ujar dr. Boyke yang memang sering menangani kasus serupa. Pada situasi normal, tindakan operasi untuk mengeluarkan bayi preeklamsia/eklamsia baru dilakukan bila tekanan darah ibu sudah turun.
Sudah tinggi sejak awal
Kelainan preeklamsia/eklamsia berbeda dengan kehamilan dengan hipertensi. Kalau pada preeklamsia/eklamsia tekanan darah yang tadinya normal tiba-tiba naik ketika kehamilan masuk trimester II. Sementara, penderita hipertensi yang hamil tekanan darahnya tinggi sejak awal. Tekanan darahnya biasanya di atas 140 mmHg. Risiko mereka terkena preeklamsia/eklamsia bisa sampai 50%. Untuk mencegah terkena gangguan ini, sebaiknya penderita berkonsultasi pada dokter sebelum hamil dan selama kehamilannya. Dokter akan memeriksa fungsi ginjalnya, fisik jantung, urine selama 24 jam untuk melihat kadar protein dalam urine, kreatin, dan asam urat dalam serum/darah.
Preeklamsia/eklamsia merupakan gangguan yang cukup mengancam nyawa. Karenanya, dr. Boyke menandaskan, ibu yang baru pertama kali hamil harus selalu waspada. Soalnya, rahim yang untuk pertama kalinya menerima hasil pembuahan sering menimbulkan serangkaian reaksi dan perubahan yang kurang wajar. Gangguan ini bisa mengenai semua ibu hamil tanpa memandang usia ataupun tingkat sosial-ekonomi tertentu.
Cara pencegahannya sampai saat ini belum ada. Tapi paling tidak, ibu hamil dapat mencegah faktor pencetusnya. Berikut ini beberapa tips dari American Pregnancy Association yang patut dilakukan oleh ibu hamil agar terhindari dari preeklamsia/eklamsia.
  • Gunakan sedikit atau tanpa garam pada makanan.
  • Minum setidaknya 8 gelas air setiap hari.
  • Jangan makan banyak makanan yang digoreng dan junk food.
  • Cukup istirahat.
  • Lakukan olahraga ringan secara teratur.
  • Tinggikan kaki beberapa kali dalam sehari.
  • Hindari minuman beralkohol
  • Hindari minuman berkafein.
Ibu hamil yang menderita preeklamsia taraf ringan tak perlu dirawat di rumah sakit. Tapi mereka disarankan mengatur menu makanan sebaik-baiknya, banyak istirahat, menghindari stres, dan mengukur tekanan darah secara teratur. Bila suatu saat berat badan penderita tiba-tiba naik drastis diikuti bengkak pada kaki, muka, dan jari tangan, apalagi disertai rasa nyeri/pusing pada dahi, segeralah ke dokter. Kewaspadaan pada setiap kehamilan merupakan kunci keselamatan bayi dan ibu. (dr. Beatricia Iswari – Menu Sehat)

0 komentar:

Blogger Template by Clairvo