Sabtu, 02 Februari 2013

Kreativitas Pembawa Berkah di Usia Lanjut

Usia lanjut tak pernah dipandang Slamet Riyadi sebagai penghalang untuk terus berkarya. Lewat bendera Lumintu, ia berhasil memberdayakan para ibu berusia lanjut di sekitar tempat tinggalnya untuk menghasilkan produk kreatif bernilai tinggi dari limbah plastik. 

Perkenalan Slamet dengan limbah plastik terjadi usai terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari tempat ia bekerja pada 1996. Berbekal keahlian seadanya, Slamet mengolah botol-botol plastik, aluminium foil dan limbah-limbah plastik lain untuk dijadikan aneka macam produk kerajinan, seperti pot bunga dan mainan. Setiap Minggu, produk itu ia pasarkan di sekitar Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. 

Tak dinyana, produk Slamet dilirik oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Sejak saat itu, ia sering diajak serta mengikuti berbagai macam pameran produk daur ulang. Slamet pun kebanjiran order. Tak hanya itu, sejak 2000, ia juga kebanjiran sumbangan aluminium foil bahan dasar pembuatan tubepasta gigi dari produsen pasta gigi. “Menurut mereka, aluminium foil yang diberikan adalah produk yang tidak memenuhi standar kualitas pabrik,” kata Slamet.

Sadar dengan keterbatasan kemampuan yang ia miliki, Slamet merekrut warga sekitar, terutama para ibu yang telah berusia lanjut, untuk bersama-sama menciptakan produk kerajinan tangan. “Ternyata mereka saat muda memiliki kemampuan membuat tikar anyaman dari bahan daun pohon pandan,” cerita Slamet. 

Di tangan para ibu itu, aluminium foil diubah menjadi produk anyaman berkualitas tinggi. “Mereka datang ke rumah, mengambil bahan-bahan yang akan dianyam, selanjutnya menyelesaikan anyaman itu di rumah masing-masing,” ujar Slamet. “Tidak ada target khusus yang saya berikan, sesuai dengan kemampuan dan ketersediaan waktu yang mereka miliki saja.”

Dalam satu minggu, para perajin anyaman itu rata-rata menyelesaikan tiga hingga enam anyaman dengan ukuran sekitar satu kali dua meter. “Hasil anyaman mereka selanjutnya dibentuk menjadi tas, tikar hingga sajadah,” tutur Slamet. “Untuk proses penjahitan, saya bekerja sama dengan tukang jahit yang juga tetangga saya.” 

Satu produk tas memiliki kisaran harga antara Rp100 ribu hingga Rp400 ribu. “Jika sudah dipajang di mal, harganya bisa mencapai dua hingga tiga juta rupiah,” kata Slamet. Sampai saat ini produk-produk Lumintu sudah dipasarkan di butik-butik yang ada di supermarket. Salah satunya adalah di Alun-Alun Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta.

Untuk pembayaran, Slamet membagi dua secara adil hasil keuntungan. “Ada kepuasan ketika saya bisa mengajak para manula di sekitar tempat tinggal saya,” ujar Slamet. “Tak hanya memberikan peluang kerja, yang terpenting adalah mereka memiliki aktivitas untuk mengisi hari tua.” Sesuai sekali dengan nama Lumintu, yang merupakan akronim dari Lumayan Itung-itung Menunggu Tutup Usia. (Wiko Rahardjo)

0 komentar:

Blogger Template by Clairvo